Pelopor.id – Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, menaikkan upah buruh di wilayahnya sebesar 5 persen. Tetapi kenaikan tersebut hanya untuk buruh yang telah bekerja diatas 1 tahun. Sementara yang dibawah 1 tahun, kenaikan upahnya tetap 0 sampai 1 koma 72 persen.
Keputusan Kang Emil, panggilan akrabnya, mengikuti keputusan Gubenur DKI Jakarta Anies Baswedan yang sebelumnya telah menaikkan upah buruh sebesar 5 persen.
Kang Emil mengaku, Jawa Barat memberi solusi tanpa melanggar konstitusi juga tanpa melanggar PP 36 Tahun 2021. Menurutnya, UMK untuk 2022 tetap mengikuti PP-36, yang mengatur upah bagi buruh dengan masa kerja kurang dari 1 tahun.
Buruh dengan masa kerja kurang dari 1 tahun di Jawa barat jumlahnya hanya 5 persen dari total 10 juta buruh. Untuk buruh dengan masa kerja diatas 1 tahun, tidak diatur oleh PP36.
Jumlah buruh dengan masa kerja di atas 1 tahun mencapai 95 persen dari total 10 juta buruh Jawa Barat. Upahnya, bersifat skalatis dan sesuai persetujuan masing- perusahaan dengan menghitung inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
“Kenaikannya diputuskan berkisar 3,27 persen – 5 persen. Semoga ini menjadi kemaslahatan bagi buruh dan pengusaha dan kondusivitas kebangkitan ekonomi 2022,” tuturnya Kamis, (30/12/2021)
Sementara Kementerian Ketenagakerjaan, sebelumnya mengimbau seluruh perusahaan untuk menerapkan struktur pengupahan berdasarkan skala, sehingga pekerja mendapatkan gaji yang layak sesuai masa kerjanya.
Dirjen PHI dan Jamsos Kemenaker Indah Anggoro Putri menjelaskan, bahwa pemerintah terus mendorong implementasi struktur dan skala upah di perusahaan-perusahaan.
“Pemerintah wajib memediasi perusahaan/pemberi kerja untuk segera menyusun dan menetapkan struktur skala upah, dan melakukan pembinaan teknis melalui fasilitasi, konsultasi, pendidikan, pelatihan, penelitian, dan pengembangan,” ungkap Putri belum lama ini.
- Baca juga : Anies Revisi Kenaikan UMP DKI, Timboel Siregar: Keputusan Tepat!
- Baca juga : Timboel Siregar: Surat Anies ke Menaker Sebuah Kekeliruan Besar
Indah menegaskan, seluruh kepada daerah harus menetapkan upah minimum berdasarkan PP No 36 Tahun 2021. Kemenaker, bersama Kementerian Dalam Negeri dan Kepala Dinas Ketenagakerjaan (Kadisnaker) Provinsi se-Indonesia pun, siap untuk mengawal pelaksanaan pengupahan pada 2022 berdasarkan ketentuan tersebut.
“Pemerintah konsisten untuk menerapkan PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, dan mewajibkan semua kepala daerah untuk melakukan hal yang sama,” tandas Putri.
Meski demikian, dinas ketenagakerjaan wajib memberikan pemahaman kepada pengusaha dan pekerja/buruh. Bahwa upah minimum (UMP dan UMK) adalah safety net atau jaringan pengaman yang diberikan kepada tenaga kerja yang bekerja kurang dari 12 bulan. Bagi tenaga kerja yang sudah bekerja lebih dari 12 bulan diberlakukan ketentuan struktur dan skala upah.
Apabila terjadi perselisihan mengenai pengupahan, dinas ketenagakerjaan agar mendorong pihak-pihak yang berselisih untuk berdialog secara bipartit maupun tripartit. Sedangkan bagi perusahaan dan pengusaha yang melanggar ketentuan pengupahan akan dilakukan pembinaan teknis dan jika belum membuahkan hasil yang diharapkan, akan dilakukan pengawasan teknis.
- Baca juga : Said Iqbal Sebut Gubernur Banten Bisa Langgar Konvensi PBB Lantaran Polisikan Buruh
- Baca juga : Anies Baswedan: Kenaikan Formula UMP 2022 Tidak Sesuai untuk Jakarta
Pengawasan teknis meliputi dampak pelaksanaan kewenangan bidang ketenagakerjaan yang sudah diserahkan kepada pemerintah daerah, maka pemerintah melakukan pengawasan teknis melalui review, monitoring, dan evaluasi.
Jika masih belum membuahkan hasil, maka dilakukan tahapan teknis selanjutnya berupa pemeriksaan reguler dan/atau pemeriksaan khusus atau/investigatif.
“Dari hasil pemeriksaan yang terakhir ini, jika terbukti terdapat kesalahan maka untuk selanjutnya digunakan oleh pemerintah menegakkan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” tandas Putri.[]












