Pelopor.id | Jakarta – Kepala kantor Amnesty International Ukraina telah mengundurkan diri, menuduh organisasi hak asasi meniru propaganda Kremlin dalam sebuah laporan kontroversial yang mengkritik tanggapan militer Kyiv terhadap invasi Rusia.
Amnesti memicu kemarahan di Ukraina dengan penerbitan laporan pada hari Kamis yang menuduh militer membahayakan warga sipil dengan mendirikan pangkalan di sekolah dan rumah sakit, dan meluncurkan serangan balik dari daerah berpenduduk padat.
“Jika Anda tidak tinggal di negara yang diserang oleh penjajah yang mencabik-cabiknya, Anda mungkin tidak mengerti bagaimana rasanya mengutuk pasukan pembela,” kata Oksana Pokalchuk di media sosial, mengumumkan pengunduran dirinya sebagai kepala kantor kelompok Ukraina Jumat malam.
Pokalchuk mengatakan dia telah mencoba untuk memperingatkan kepemimpinan senior Amnesty bahwa laporan itu sepihak dan gagal memperhitungkan posisi Ukraina dengan benar, tetapi dia diabaikan.
Sekretaris Jenderal Amnesty Agnes Callamard mengeluarkan pernyataan yang mengatakan bahwa Osana telah menjadi anggota staf Amnesty yang berharga dan telah memimpin kantor Amnesty International Ukraina selama tujuh tahun dengan banyak keberhasilan hak asasi manusia yang signifikan.
“Kami menyesal mendengar bahwa dia meninggalkan organisasi, tetapi kami menghormati keputusannya dan mendoakan yang terbaik untuknya,” katanya seperti dikutip dari AFP.
Amnesty mengatakan telah menghubungi pejabat pertahanan di Kyiv dengan temuannya pada 29 Juli, namun belum menerima tanggapan pada saat publikasi, tetapi Pokalchuk berpendapat bahwa ini hampir tidak cukup.
“Akibatnya, organisasi tersebut secara tidak sengaja mengeluarkan pernyataan yang terdengar seperti dukungan untuk narasi Rusia. Berjuang untuk melindungi warga sipil, penelitian ini malah menjadi alat propaganda Rusia.”
Amnesty mencatat insiden di mana pasukan Ukraina tampaknya telah membuat warga sipil terancam bahaya di 19 kota dan desa di wilayah Kharkiv, Donbas dan Mykolaiv.
“Kami telah mendokumentasikan pola pasukan Ukraina yang menempatkan warga sipil dalam risiko dan melanggar hukum perang ketika mereka beroperasi di daerah berpenduduk,” kata Callamard.
Pemerintah Ukraina menolak keras, dengan Menteri Luar Negeri Dmytro Kuleba mencap tuduhan itu “tidak adil” dan Menteri Pertahanan Oleksiy Reznikov menyebut laporan itu sebagai “penyimpangan”.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan kelompok hak asasi telah mencoba untuk mengampuni negara teroris dan mengalihkan tanggung jawab dari agresor ke korban.[]