Pelopor.id | Jakarta – Serikat pekerja meminta Komisi Eropa memberlakukan batas suhu maksimum bagi pekerja lapangan, setelah tiga orang meninggal saat sedang bekerja di Madrid, Spanyol, selama gelombang panas yang menyengat pekan lalu.
Sejumlah negara anggota memang memiliki undang-undang yang membatasi jam kerja di panas yang berlebihan, namun ambang batasnya bervariasi dan banyak negara tidak memiliki batas panas nasional.
“Pekerja berada di garis depan krisis iklim setiap hari dan mereka membutuhkan perlindungan untuk menyesuaikan bahaya yang semakin meningkat dari suhu ekstrem,” kata Wakil Sekretaris Jenderal Konfederasi Serikat Buruh Eropa Claes-Mikael Stahl, seperti dilansir dari AFP.
Konfederasi Serikat Buruh Eropa atau The European Trade Union Confederation (ETUC) mengatakan bahwa sebagian besar negara Uni Eropa tidak memiliki undang-undang suhu maksimum untuk tempat kerja, meskipun Belgia, Hongaria dan Latvia memiliki pembatasan aktivitas.
Di Prancis yang saat ini tidak ada batasan suhu kerja, 12 pekerja telah meninggal karena paparan panas pada tahun 2020 saja, kata serikat pekerja.
Spanyol, tempat tiga pekerja tewas dalam cuaca panas ekstrem pekan lalu, memang memiliki batasan suhu, tetapi hanya untuk profesi tertentu.
Salah satunya adalah seorang pembersih jalan berusia 60 tahun dengan kontrak satu bulan. Ia meninggal di Madrid pada hari Sabtu, setelah pingsan di jalan akibat sengatan panas saat bekerja pada hari sebelumnya. Saat itu suhu di Madrid mendekati 40C.
“Pekerja berada di garis depan krisis iklim setiap hari dan mereka membutuhkan perlindungan untuk menandingi bahaya yang semakin meningkat dari suhu ekstrem,” kata Stahl.
Dengan suhu rata-rata global lebih dari 1,1C lebih hangat daripada era pra-Industri, Eropa dilanda lebih banyak dan lebih banyak lagi rekor musim panas.
Pemanasan global akan terus membuat gelombang panas yang mematikan lebih sering dan intens dengan tingkat polusi karbon atmosfer yang semakin tinggi, kata para ilmuwan.[]












