Pelopor.id | Jakarta – Kebocoran cache file rahasia dari aplikasi ride-sharing Uber menunjukkan taktik yang meragukan secara etis dan berpotensi ilegal yang digunakan Uber untuk ekspansi global yang dimulai hampir satu dekade lalu.
Hal itu terungkap dalam “file Uber”, sebuah penyelidikan media bersama yang didasari 124.000 catatan dan melibatkan puluhan organisasi berita. Penyelidikan itu menemukan bahwa ketika Uber berusaha menaklukkan pasar baru, pejabat perusahaan terkadang memanfaatkan reaksi keras dari industri taksi terhadap driver untuk mengumpulkan dukungan dan menghindari otoritas pengatur.
Dalam sebuah pernyataan hari Minggu, Uber mengakui kesalahan, tetapi menyalahkan kepemimpinan sebelumnya di bawah mantan kepala eksekutif Travis Kalanick, yang terpaksa mengundurkan diri pada 2017, menyusul tuduhan praktik manajemen brutal dan sejumlah pelecehan seksual dan psikologis di perusahaan.
“Kami telah pindah dari era konfrontasi ke era kolaborasi, menunjukkan kesediaan untuk datang ke meja dan menemukan titik temu dengan mantan lawan, termasuk serikat pekerja dan perusahaan taksi,” ungkap pernyataan itu seperti dilansir dari AFP.
Penyelidikan menemukan bahwa ketika pengemudi Uber yang disubsidi dan tarif diskon mengancam industri taksi, pengemudi perusahaan menghadapi pembalasan dengan kekerasan, termasuk protes di Paris pada tahun 2016.
“Dalam beberapa kasus, ketika pengemudi diserang, eksekutif Uber berputar cepat untuk memanfaatkan untuk mencari dukungan publik dan peraturan saat memasuki pasar baru, seringkali tanpa mencari lisensi untuk beroperasi sebagai taksi dan layanan livery,” lapor Washington Post, salah satu media yang terlibat dalam penyelidikan.
Namun, Kalanick membantah temuan itu, melalui juru bicaranya mengatakan bahwa dia tidak pernah menyarankan Uber harus mengambil keuntungan dari kekerasan dengan mengorbankan keselamatan pengemudi dan bahwa Kalanick tidak pernah mengizinkan tindakan atau program apa pun yang akan menghalangi keadilan di negara mana pun.[]