Jakarta | Kekurangan pekerja, terutama pekerja asing, membuat industri kelapa sawit Malaysia terpaksa menolak pesanan.
Awalnya, kekurangan pekerja terjadi akibat pembatasan imigrasi terkait pandemi. Namun, Malaysia tetap belum melihat tanda-tanda pengembalian pekerja migran dari agensi terkait, meski pembatasan sudah dicabut.
Hal itu salah satunya dipicu oleh alotnya persetujuan pemerintah dan negosiasi dengan Bangladesh dan Indonesia mengenai perlindungan pekerja.
Malaysia termasuk pemain utama dalam industri minyak sawit global, dan hingga kini masih sangat bergantung pada pekerja asing. Pasalnya, penduduk setempat cenderung menjauhi sektor pabrik dan perkebunan yang dianggap kotor, berbahaya dan sulit.
“Meskipun ada optimisme yang lebih besar dalam prospek dan peningkatan penjualan, beberapa perusahaan sangat terhambat dalam kemampuan mereka untuk memenuhi pesanan,” kata presiden Federasi Produsen Malaysia Soh Thian Lai, seperti dikutip dari Reuters.
Jika kondisi ini berlarut, dikhawatirkan akan mengancam pemulihan ekonomi negara pasca-pandemi.
Disebutkan bahwa industri minyak kelapa sawit menyumbang 5% bagi perekonomian Malaysia. Industri ini bisa kehilangan sekitar 3 juta ton kelapa sawit siap panen tahun ini akibat tidak ada yang memetik hingga busuk di pohon. Jika ditaksir, kerugiannya bisa mencapai lebih dari USD 4 miliar.[]