Pelopor.id | The U.S. Customs and Border Protection (CBP) menerapkan larangan impor sarung tangan sekali pakai dari perusahaan Malaysia, YTY Industry Holdings Sdn Bhd, akibat perusahaan tersebut diduga melakukan praktik kerja paksa.
CBP mengambil keputusan itu berdasarkan informasi yang diterima dan menunjukkan adanya kerja paksa dalam operasional manufaktur YTY Group.
Larangan ini merupakan keputusan Amerika Serikat (AS) yang ketujuh kali terhadap perusahaan Malaysia dalam dua tahun terakhir, seperti dikutip dari Reuters.
Grup YTY mengaku kecewa dengan larangan itu. Pasalnya, perusahaan merasa telah melakukan perbaikan sejak 2019 dalam meningkatkan kebijakan kepatuhan sosialnya, terutama terkait pekerja migran.
Perusahaan juga telah mengajukan pembaruan ke CBP pada bulan ini, menginformasikan bahwa mereka telah memenuhi target kepatuhan terhadap 11 indikator Organisasi Buruh Internasional (ILO) tentang kerja paksa.
Selama penyelidikannya terhadap YTY Group, CBP menyatakan telah mengidentifikasi tujuh indikator ILO, termasuk lingkungan kerja, jeratan utang, dan waktu lembur yang berlebihan.
Saat ini pabrik-pabrik Malaysia, termasuk sejumlah pemasok utama minyak sawit dan sarung tangan medis, memang tengah disorot atas dugaan pelecehan terhadap tenaga kerja asing (TKA). TKA sendiri memegang andil besar bagi tenaga kerja manufaktur di Malaysia. []