Pelopor.id – Pemerintah Amerika Serikat (AS) meminta operator telekomunikasi terbesar di negara tersebut AT&T dan Verizon, memperpanjang penundaan peluncuran layanan jaringan 5G hingga dua pekan mendatang. Penundaan ini, merupakan yang kedua kalinya di tengah ketidakpastian terkait gangguan terhadap peralatan keselamatan penerbangan yang vital.
Dalam surat terbaru yang dikirim Pemerintah AS Jumat (31/12/2021) kepada AT&T dan Verizon, Menteri Transportasi AS Pete Buttigieg, dan Kepala Administrasi Penerbangan Federal (Federal Aviation Administration/FAA) Steve Dickson telah meminta perpanjangan penundaan tersebut.
Isi suratnya memuat permintaan kepada kedua perusahaan untuk melanjutkan penghentian sementara peluncuran layanan C-Band komersial, sebuah frekuensi yang digunakan dalam jaringan 5G dengan waktu tambahan tidak lebih dari dua minggu di luar tanggal peluncuran yang dijadwalkan pada 5 Januari.
“Kami telah menerima surat pemerintah setelah pukul 6 sore pada Malam Tahun Baru. Kami sedang dalam proses meninjaunya,” tutur Juru bicara Verizon Rich Young dikutip dari AFP Minggu (3/1/2022).
Hal serupa disampaikan AT&T yang menyatakan sedang meninjau permintaan pemerintah.
Lewat surat tersebut, para pejabat AS meyakinkan perusahaan bahwa layanan 5G akan dapat dimulai seperti yang direncanakan pada Januari 2022, dengan pengecualian tertentu di sekitar bandara prioritas.
Peluncuran teknologi broadband seluler berkecepatan tinggi di AS, sejatinya telah ditetapkan pada 5 Desember 2021. Namun, peluncuran ditunda hingga 5 Januari 2021 menyusul kekhawatiran dari raksasa produsen pesawat Airbus dan Boeing soal potensi gangguan perangkat yang digunakan pesawat untuk mengukur ketinggian.
Permintaan penundaan ini, didasari pada prioritas mereka untuk melindungi keselamatan penerbangan, sambil memastikan bahwa penggunaan 5G dan operasi penerbangan dapat hidup berdampingan.
Di lain sisi, Verizon dan AT&T diberi wewenang pada Februari 2021 untuk mulai menggunakan pita frekuensi 3,7-3,8 GHz mulai 5 Desember, setelah memperoleh lisensi senilai puluhan miliar dolar.
Namun, saat Airbus dan Boeing menyampaikan kekhawatiran tentang kemungkinan gangguan pada radio altimeter pesawat yang mana dapat beroperasi di frekuensi yang sama maka tanggal peluncuran dimundurkan menjadi Januari 2022 ini. []












