Pelopor.id | Jakarta – Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (PP GMKI) mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk segera mencopot Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri BUMN Erick Thohir. Menurut GMKI, Airlangga Hartarto sebagai Ketua Komite dan Erick Thohir sebagai Ketua Tim Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) telah gagal menjalankan amanah yang diberikan Presiden Jokowi berdasarkan Perpres Nomor 82/2020 yang diubah menjadi Perpres No. 108/2020.
“Airlangga Hartarto dan Erick Thohir tidak mampu mengintegrasikan dan mengkoordinasikan pelaksanaan kebijakan strategis serta pemulihan perekonomian dan transformasi ekonomi nasional dalam penanganan Covid-19, padahal anggaran negara yang habis telah mencapai Rp 1.035,25 triliun pada tahun 2020 dan Rp 744,75 triliun pada tahun 2021,” kata Ketua Umum PP GMKI Jefri Gultom.
Menurut Jefri, meningkatnya angka penyebaran Covid-19 dan menurunnya kepercayaan publik beberapa bulan terakhir merupakan akumulasi dari gagalnya Airlangga dan Erick dalam melaksanakan dan mengkoordinasikan kebijakan penanganan Covid-19 yang dicanangkan pemerintah. Data LSI menunjukkan, tingkat kepercayaan publik kepada Jokowi dalam menangani pandemi sejak September 2020-Juni 2021 terus menurun.
Baca juga: GMKI Menduga PCR Dijadikan Bisnis Saat Pandemi
Pada September 2020, tingkat kepercayaan publik berada di angka 60,6 persen, lalu pada November 2020 sebesar 60 persen. Penurunan terus terjadi hingga pada Februari 2021 berada di angka 56,5 persen dan Juni 2021 adalah 43 persen. “Dapat kita lihat, sejak keduanya ditugaskan dalam KPCPEN tahun 2020 lalu, tidak ada gebrakan yang dilakukan oleh Airlangga Hartarto dan Erick Thohir, malahan angka penyebaran Covid-19 meningkat,” ujar Jefri.
GMKI menilai ada lima variabel yang menjadi kegagalan Airlangga Hartarto dan Erick Thohir. Pertama, jumlah kematian kasus Covid-19 masih tinggi yang disebabkan oleh rendahnya pelaksanaan 3T (testing, tracing, treatment). Hal ini tidak terlepas dari mahalnya biaya tes PCR, terbatasnya produksi dan distribusi obat-obatan, dan oksigen serta rendahnya okupansi bed.
Kedua, herd immunity sangat lambat dan berpotensi gagal akibat rendahnya vaksinasi. Jumlah vaksinasi kedua di Indonesia pada 23 Agustus 2021 baru mencapai 32.046.224, masih jauh dari target yang diamanahkan presiden yaitu 208.265.720.
Baca juga: GMKI: Rakyat Menderita Karena PPKM Terlalu Lama
Ketiga, kemiskinan meningkat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada Maret 2021 persentase penduduk miskin sebesar 10,14 persen atau sebesar 27,54 juta orang, meningkat 0,36 poin dibanding Maret 2020 atau sebanyak 1,12 juta orang. Angka pengangguran terus meningkat dan UMKM juga bertumbangan saat pandemi.
Keempat, jaringan pengaman sosial tidak tepat sasaran. Dari temuan BPKP tahun 2020, ada sekitar 3.877.965 data NIK penerima bansos tidak valid. Temuan lainnya tercatat 41.985 di duplikasi data KPM dengan NIK yang sama. Sementara dari temuan BPK, tercatat 10.992.479 data NIK tidak valid dan 16.373.682 kartu keluarga tidak valid.
Kelima, 90 persen BUMN ambruk saat pandemi. Ambruknya kinerja, membuat laba bersih BUMN anjlok dari Rp 124 triliun menjadi Rp 28 triliun sepanjang tahun 2020. Selain itu, beberapa BUMN seperti BUMN Karya dan Garuda Indonesia terlilit risiko utang. Dalam kondisi ekonomi jatuh, Erick Thohir justru meminta PMN 2020-2021 sebesar Rp 65,5 triliun yang akan membebankan keuangan negara. []