Sejarah Gedung Lawang Sewu, Kisah Mistis, dan Peristiwa Pertempuran Lima Hari

- Editor

Kamis, 16 November 2023

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kesibukan di halaman Gedung Lawang Sewu sekitar tahun 1930. (Foto: PT KAI)

Kesibukan di halaman Gedung Lawang Sewu sekitar tahun 1930. (Foto: PT KAI)

Jakarta – Lawang Sewu, adalah bangunan bersejarah yang dibangun pada zaman kolonial Belanda di tahun 1900an yang menjadi saksi bisu peristiwa pertempuran lima hari yang berlangsung pada tahun 1945 antara Angkatan Pemuda Kereta Api (AMKA) dengan tentara Jepang.

Tempat ini, juga dikenal angker karena ruangan bawah tanahnya pernah dijadikan tempat penyiksaan oleh tentara Jepang. Hantu yang dilaporkan menghuni tempat itu adalah seorang noni Belanda yang melakukan bunuh diri di dalam gedung tersebut serta penampakan “hantu tanpa kepala”. Kisah mistis Lawang Sewu pernah diangkat menjadi sebuah film horor pada tahun 2007 yang dirilis berdasarkan legenda urban.

Arti Nama Lawang Sewu

Lawang berarti pintu, dan sewu bermakna seribu menurut istilah orang Jawa atau menjadi kata yang mewakili angka paling banyak di zaman dahulu. Sehingga Lawang Sewu artinya seribu pintu. Namun, dilihat dari jumlah aslinya, Lawang Sewu ini hanya memiliki 928 pintu. Kurang 72 pintu dan menjadi misteri mengapa disebut seribu pintu.

Sejarah Pembangunan Gedung Lawang Sewu

Semula, Lawang Sewu yang terletak di jantung kota Semarang, tepatnya di Jl. Pemuda, merupakan kantor administrasi kereta api Belanda bernama Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS). Gedung Lawang Sewu dibangun di atas lahan seluas 18.232 meter persegi secara bertahap dan dirancang oleh arsitek yang berbeda.

Seorang tour guide, Mas Aris menjelaskan bahwa Lawang Sewu terdiri dari lima bangunan. Proses perancangan awalnya dimulai oleh seorang arsitek asal Belanda Ir. P. de Rieu. Bangunan yang pertama kali dibuat adalah gedung C yang fungsinya sebagai kantor percetakan karcis kereta api pada tahun 1900.

Ir. P. de Rieu kemudian meninggal dunia dan selanjutnya Prof. J. Klinkhamer dan B. J. Oundag dipercaya untuk melanjutkan pembangunan Lawang Sewu. Pengerjaan gedung A sebagai kantor utama NIS, dimulai pada Februari 1904 dan selesai Juli 1907.

Sang tour guide menjelaskan, bentuk bangunan gedung A Lawang Sewu seperti gerbong kereta api yang saling berhubungan. Hal ini untuk mempermudah komunikasi orang Belanda saat itu. Seiring berkembangnya kantor kereta api Belanda, maka mereka mulai membangun beberapa gedung pendukung yakni gedung B, D, dan E pada tahun 1916 – 1918.

Lawang Sewu
Tahapan Pembangunan Gedung Lawang Sewu. (Foto: PT KAI)

Gedung B sendiri, masih dibangun oleh Prof. J. Klinkhamer dan B. J. Oundag. Sementara untuk gedung D dan E arsiteknya adalah Thomas Karsten. Ia dikatakan sebagai arsitek termuda dan terakhir yang merancang pembangunan Gedung Lawang Sewu.

Bangunan Lawang Sewu, menggunakan batu bata keramik berwarna oranye yang melambangkan sebuah kekayaan, kemakmuran, dan juga menunjukkan kasta tertinggi. Zaman dahulu, batu bata ini tergolong langka dan harga sangat mahal, ditaksir bisa mencapai 300 ribu per-bata. Unik, cetakan bata tersebut ada yang melengkung.

Baca Juga :   Menko Airlangga: Mitsubishi Janji Tambah Investasi Rp 10 Triliun di Indonesia

“Dan salah satu alasan kenapa Lawang Sewu banyak pintu bukan hanya untuk membuat sirkulasi udaranya semakin bagus, tapi juga berkaitan dengan kasta, mereka (orang Belanda) sangat menjaga image, jadi kalau bangun ya nggak tanggung-tanggung,” kata Mas Aris.

Setelah mengalami pemugaran dan renovasi, Lawang Sewu kini difungsikan sebagai museum yang menyajikan ragam koleksi yang berhubungan dengan kereta api. Mulai dari seragam masinis, alat komunikasi (telepon kayu, telegraf), alat hitung friden, lemari karcis edmonson, karcis kereta kuno, mesin cetak tanggal untuk karcis kereta, dan lainnya.

Pertempuran Lima Hari dan Kuburan Massal Pemuda AMKA

Lawang Sewu, kemudian berpindah tangan menjadi markas tentara Jepang sekaligus kantor transportasi Jepang bernama Riyuku Sokyoku pada tahun 1942 atau setelah masa kolonial Belanda usai. Jepang, juga mengubah ruang bawah tanah gedung B menjadi penjara dengan eksekusi mati dilakukan di dalamnya.

Di tahun 1945 Indonesia menyatakan kemerdekaanya. Di tahun yang sama terjadilah pertempuran yang melibatkan AMKA (Angkatan Pemuda Kereta Api) dengan prajurit Jepang. Pertempuran ini, berlangsung selama lima hari tanpa henti yakni pada 15-19 Oktober.

Salah satu penyebab perang lima hari tersebut adalah kaburnya tawanan Jepang pada 14 Oktober 1945 serta tewasnya dr. Kariadi yang merupakan dokter paling andal kala itu. dr. Kariadi ditembak secara keji oleh tentara Jepang di usia 40 tahun satu bulan.

Lawang Sewu
Para pegawai Riyuku Sokyoku di depan pintu masuk Lawang Sewu sekitar tahun 1942. (Foto: PT KAI)

Prajurit Jepang kala itu, berada di dalam kawasan Lawang Sewu, sementara AMKA berada di Wilhelminaplein tepat di seberang Lawang Sewu. Wilhelminaplein dikenal dengan Kawasan Taman Tugu Muda.

Pemuda AMKA dinilai kalah dari segi jumlah dan senjata. Pasalnya, kekuatan Prajurit Jepang ada sekitar 500 ribu orang dengan senjata bayonet, Sedangkan AMKA hanya berjumlah sekitar 2 ribu lebih pemuda dengan senjata bambu runcing. Tetapi, semangat yang menggelora dan pantang menyerah, membuat pemuda AMKA tetap melawan, meski pada akhirnya mereka harus gugur di medan perang.

“Kawasan Wilhelminaplein ini dulunya dijadikan kuburan massal bagi pemuda AMKA yang meninggal. Namun, kemudian jasad-jasadnya dipindahkan ke makam yang lebih layak, yakni Makam Giri Tunggal, makam pahlawan dari pejuang AMKA,” ungkap Mas Aris.

Berlatar sejarah tersebut, kemudian pemerintah Republik Indonesia menetapkan Lawang Sewu sebagai gedung warisan bersejarah yang perlu terus dijaga dan dilestarikan. []

Facebook Comments Box

Berita Terkait

Andi Amran Copot Anak Buah Yang Terima Fee Proyek
Lomba Desa Wisata Nusantara dan Lomba Literasi Budaya Desa Tahun 2024
Chant Legendaris “Glory Man United” Menggambarkan Semangat di Lapangan
AHY di WWF 2024: Masyarakat Dunia Harus Atasi Kelangkaan Lahan dan Air
Warung Madura Tidak Pernah Dilarang Beroperasi 24 Jam
Sambut Idul fitri, Jusuf Hamka Bagikan 300 Pasang Sepatu Pakalolo Secara Gratis
Indonesia Perlu Capai 5 Parameter ini untuk Jadi Negara Maju
Erick Thohir Komentari Penumpang Kereta Cepat Jakarta-Bandung Tembus 1 Juta

Berita Terkait

Rabu, 6 November 2024 - 19:41 WIB

TB Aji, D’Nineteen, dan Adan Berbagi Panggung di Swag Event Edisi 91

Senin, 4 November 2024 - 19:44 WIB

Electric Bird Lepas Single Sious Usai Bentuk Formasi Baru

Kamis, 31 Oktober 2024 - 15:39 WIB

Jakarta Indie Sound Clash 2024 Jadi Wadah Musisi Berkompetisi

Rabu, 30 Oktober 2024 - 01:42 WIB

Garap Album Bhavitra, Sisi Selatan Gandeng Vokalis forRevenge di Single Kau Belum Mati

Minggu, 27 Oktober 2024 - 02:59 WIB

Dipromotori Ravel Entertainment, The Corrs Siap Konser Lagi di Jakarta

Sabtu, 26 Oktober 2024 - 21:33 WIB

Hadirkan Cokelat, Prisia Nasution Ajak Peduli Kesehatan Mental Lewat Djiva Fest

Kamis, 24 Oktober 2024 - 05:18 WIB

Tancap Gas, Bless The Knights Lepas Lagu Baru Usai Raih Nominasi AMI Awards 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 16:40 WIB

Lirik Lengkap Lagu I Wanna – Helma Namira

Berita Terbaru

Ilustrasi olahraga. (Foto: Freepik)

Cantik

5 Tips Tetap Nyaman dan Fleksibel Saat Berolahraga

Sabtu, 2 Nov 2024 - 09:56 WIB