Menghindari Stigmatisasi, New York Minta WHO Menamai Ulang Cacar Monyet

- Editor

Rabu, 27 Juli 2022

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ilustrasi Cacar Monyet. (Foto: Pelopor.id/Padtirto)

Ilustrasi Cacar Monyet. (Foto: Pelopor.id/Padtirto)

Pelopor.id | Jakarta – Kota New York meminta World Health Organization (WHO) pada hari Selasa untuk mengganti nama virus cacar monyet, guna menghindari stigmatisasi pasien yang kemudian mungkin menunda mencari perawatan.

New York telah melihat lebih banyak kasus penyakit ini, yang dinyatakan WHO sebagai darurat kesehatan global selama akhir pekan, daripada kota lain di Amerika Serikat (AS), dengan 1.092 infeksi terdeteksi sejauh ini.

Dalam suratnya kepada kepala WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, komisaris kesehatan masyarakat Kota New York Ashwin Vasan merujuk pada sejarah menyakitkan dan rasis di mana terminologi seperti (cacar monyet) berakar pada komunitas kulit berwarna.

Dia menunjukkan fakta bahwa cacar monyet tidak benar-benar berasal dari primata, seperti namanya, dan mengingat efek negatif dari informasi yang salah selama hari-hari awal epidemi HIV dan rasisme yang dihadapi oleh komunitas Asia yang diperburuk oleh mantan presiden Donald Trump menyebut Covid-19 sebagai virus China.

“Terus menggunakan istilah ‘cacar monyet’ untuk menggambarkan wabah saat ini dapat menyalakan kembali perasaan traumatis dari rasisme dan stigma, terutama untuk orang kulit hitam dan orang kulit berwarna lainnya, serta anggota komunitas LGBTQIA+, dan ada kemungkinan mereka menghindari terlibat dalam layanan perawatan kesehatan vital karena itu,” kata Vasan seperti dikutip dari AFP.

Siapapun rentan tertular cacar monyet, yang telah lama mewabah di Afrika Tengah dan Barat, namun sejauh ini penyebarannya di Eropa dan AS sebagian besar terkonsentrasi di kalangan pria penyuka sesama jenis.

Gejala pertama dapat berupa demam dan kelelahan, diikuti beberapa hari kemudian dengan ruam yang dapat berubah menjadi lesi kulit berisi cairan yang menyakitkan, yang dapat berlangsung selama beberapa minggu sebelum berubah menjadi koreng yang kemudian rontok.[]

Facebook Comments Box
Baca Juga :   Saingi Twitter, Google Kembangkan ‘Big Moments’ Untuk Pencarian Breaking News

Berita Terkait

Temuan Potongan Tikus Picu Penarikan Roti Terkenal di Jepang
Alroji Saku John Jacob Astor Pecahkan Rekor Harga Artefak Titanic
Kecelakaan Kereta Mematikan di India Terkait Kegagalan Sistem Sinyal
Biden Optimis Bisa Sepakat dengan Republik untuk Menaikkan Batas Utang
Ford Pangkas 1.300 Pekerjaan di Inggris
Tesla Babak Belur di Wall Street
Pesan Natal, Paus Fransiskus Minta Perang Rusia-Ukraina Diakhiri
Rumah Mode Balenciaga Putus Hubungan dengan Kanye West

Berita Terkait

Jumat, 16 Mei 2025 - 18:11 WIB

Solois Asal Tangerang, Azel Rilis Single Debut Perfect Charm

Jumat, 16 Mei 2025 - 17:08 WIB

Nama Grup Band Kotak Tetap Milik Cella, Tantri, dan Chua Usai Gugatan Banding Ditolak Pengadilan

Jumat, 16 Mei 2025 - 14:51 WIB

Kirana Setio Berbagi Panggung dengan Pitahati di Main-Main di Cipete Episode 12

Rabu, 14 Mei 2025 - 16:18 WIB

Kamila Batavia Hadirkan EP Perdana The Scent of Camellias

Jumat, 9 Mei 2025 - 23:28 WIB

Daun Jatuh Hadirkan Versi Baru Lagu Dewi

Jumat, 9 Mei 2025 - 20:33 WIB

Pendaftaran Kompetisi Seni FINNA Art of the Year 2025 Resmi Dibuka

Kamis, 8 Mei 2025 - 20:10 WIB

Djakarta Warehouse Project 2025 Bakal Digelar di Bali

Kamis, 8 Mei 2025 - 19:37 WIB

Swag Event 103: Panggung Musik yang Meriah di Kala di Kalijaga

Berita Terbaru