Jakarta | Thai Airways International Plc menargetkan restrukturisasi selesai dalam dua tahun, seiring dengan dibukanya pintu perjalanan udara secara global dan membaiknya kinerja perusahaan secara bertahap.
Thai Airways memasuki kebangkrutan tahun lalu untuk merestrukturisasi utang 400 miliar baht, dan sebelumnya mencari pinjaman 50 miliar baht untuk likuiditas.
Lembaga negara akan memiliki sekitar 40% dari maskapai setelah restrukturisasi, turun dari level saat ini sebesar 67%.
Perombakan itu termasuk mempekerjakan kembali Piyasvasti Amranand, yang adalah presidennya dalam upaya sebelumnya untuk mengarahkan maskapai keluar dari masalah keuangan satu dekade lalu.
Thai Airways mengangkut sekitar 19 juta penumpang sebelum pandemi, dan menargetkan 9,18 juta penumpang pada tahun depan, kemudian 11,8 juta pada 2024 dan 12,44 juta pada 2025.
“Masalahnya sekarang adalah utara (Asia) karena ada keterbatasan untuk bepergian, terutama Tiongkok, Hong Kong, Taiwan dan Jepang. Tapi di daerah lain, semuanya telah diangkat dan ada banyak perjalanan,” kata Piyasvasti dalam konferensi pers seperti dikutip dari Reuters.
Piyasvasti mengatakan, maskapainya telah meninjau kebutuhan pinjaman dan akan mengambil pinjaman jangka panjang sebesar 12,5 miliar baht, yang dapat dikonversi menjadi ekuitas. Pinjaman jangka pendek dengan nilai yang sama tanpa opsi konversi juga menjadi opsi perusahaan.
Selain itu, Thai Airways juga berencana menerbitkan saham baru dan menawarkan opsi debt-to-equity kepada kreditur.
Maskapai ini memiliki likuiditas yang cukup sekitar 14 miliar baht dan telah mengumpulkan sekitar 9,2 miliar baht dari penjualan aset, termasuk pusat pelatihan Bangkok, dan berencana menjual 12 pesawat lagi.[]