Jakarta | Chief financial officer (CFO) untuk dua perusahaan mobil terbesar Amerika Serikat (AS), General Motors Co. dan Ford Motor Co., mengatakan permintaan konsumen tetap kuat, namun mereka mengamati tanda-tanda resesi AS.
Pada konferensi Deutsche Bank hari Rabu, CFO Ford John Lawler mengatakan penurunan ekonomi adalah kemungkinan dan bahwa produsen mobil itu mencoba menilai dampak inflasi dan kenaikan harga bensin pada ekonomi yang lebih luas. Sebelumnya, bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed) telah menyetujui kenaikan suku bunga 0,75 poin persentase, terbesar sejak 1994.
Lawler mengatakan, meski sudah menaikkan harga untuk Mustang Mach-E listrik, lonjakan biaya bahan untuk baterai kendaraan listrik dalam beberapa bulan terakhir telah menghapus keuntungan yang diharapkan Ford untuk model tersebut. Ditambah lagi dengan Ford Credit yang merupakan cabang pembiayaan perusahaan, juga mengalami peningkatan tunggakan kredit mobil.
“Kami mencari setiap indikasi dan setiap titik data yang kami bisa untuk membaca di mana konsumen berada, ke mana mereka menuju,” kata Lawler seperti dikutip dari The Wall Street Journal, Jumat (17/06/2022).
CFO General Motors Paul Jacobson menolak untuk mengatakan apakah perusahaan juga telah menaikkan harga kendaraan listrik atau electric vehicle (EV), menekankan bahwa mereka ingin mempertahankan fleksibilitas di masa depan untuk memperhitungkan biaya komoditas yang berfluktuasi.
“Kami tidak ingin berakhir dalam situasi di mana pelanggan telah memesan kendaraan dua, tiga tahun, dan kami tidak tahu ke mana arah inflasi,” kata Jacobson.
Kedua CFO tersebut mengatakan bahwa dinamika pasar tetap menguntungkan mereka dengan banyaknya permintaan yang terpendam pada banyak dealer dan sedikit persediaan untuk memenuhinya.
Namun, biaya bahan bakar yang lebih tinggi dan inflasi menciptakan lingkungan yang lebih cair, bahkan jika hal itu tidak segera menahan selera pembeli. Harga rata-rata bensin di AS baru-baru ini telah mencapai USD 5 per galon.[]