Jakarta | Negosiator dari hampir 200 negara akan bertemu di Bonn, Jerman, pada Senin (06/06/2022) untuk membahas tentang iklim sekaligus menyalakan kembali momentum mengatasi pemanasan global, lantaran invasi Rusia ke Ukraina membayangi ancaman peningkatan emisi.
Konferensi itu akan menyiapkan panggung untuk putaran baru pembicaraan besar PBB akhir tahun ini di Mesir.
Ini juga akan menjadi kesempatan untuk menguji tekad negara-negara yang menghadapi katalog krisis, termasuk meningkatnya dampak iklim, ketegangan geopolitik, pertumpahan darah di Ukraina dan ancaman krisis pangan global yang menghancurkan.
“Perubahan iklim bukanlah agenda yang dapat kami undur dari jadwal global kami,” kata ketua perubahan iklim PBB Patricia Espinosa seperti dikutip dari AFP.
Menurutnya, pertemuan COP27 PBB di Sharm el-Sheikh pada November nanti sangat penting, untuk menunjukkan negara-negara mengambil langkah-langkah yang berani dan konkret, didukung oleh rencana khusus, untuk menyampaikan ambisi iklim yang mendesak dan transformasional yang harus dilakukan sebelum terlambat.
Ringkasan laporan iklim penting tahun ini dari Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim menyimpulkan bahwa penundaan tindakan lebih lanjut akan menghilangkan kesempatan yang singkat untuk mengamankan masa depan yang layak huni dan berkelanjutan untuk semua.
Namun seiring berjalannya waktu, dunia tidak mungkin dapat memenuhi komitmen kesepakatan iklim Paris untuk membatasi pemanasan “jauh di bawah” 2 derajat Celcius di atas tingkat pra-industri.
“Ada keterputusan antara bukti ilmiah dari krisis global yang sedang dibuat, yang berpotensi bergegas menuju dampak iklim yang tidak dapat dikelola, versus kurangnya tindakan,” kata direktur Institut Potsdam untuk Penelitian Dampak Iklim Johan Rockstrom.
Dunia telah menghangat hampir 1,2 derajat Celcius sejauh ini, cukup untuk mengantarkan gelombang panas yang mematikan, banjir dan gelombang badai yang diperburuk oleh naiknya air laut.
“Ini adalah kekhawatiran yang mendalam,” ujar Rockstrom.[]