Jakarta | Hambatan rantai pasokan menyebabkan Boeing Co. baru-baru ini menghentikan produksi pesawat 737 MAX selama sekitar 10 hari, sehingga mempersulit kemampuan mereka memenuhi permintaan maskapai untuk pesawat baru.
Masalah Boeing dengan pengiriman jet berbadan sempit baru telah membuat frustrasi pelanggan, seperti Ryanair Holdings PLC, lantaran operator berusaha memanfaatkan lonjakan permintaan perjalanan udara, dan menghambat upaya produsen pesawat menghasilkan uang tunai untuk membayar utang.
Analis memprediksi, Boeing akan menghabiskan sekitar USD 3,6 miliar tunai selama semester pertama tahun ini, meskipun perusahaan memperkirakan dapat memiliki arus kas positif untuk tahun ini.
Prospek itu sebagian besar bergantung pada jumlah pengiriman MAX dan dimulainya kembali 787 pengiriman Dreamliner.
Chief Executive Officer (CEO) David Calhoun mengatakan, kendala pasokan telah membuat Boeing tidak dapat meningkatkan produksi dan mengirimkan lebih banyak 737.
“Ini pasar yang relatif panas. Saat ini, permintaan jauh lebih baik daripada pasokan,” katanya seperti dikutip dari The Wall Street Journal.
Output pabrik Boeing 737 telah meleset jauh dari target tingkat produksi 31 unit per bulan, dengan pabrikan mencetak 26 jet baru pada bulan Maret, dan 21 unit pada bulan April, menurut perkiraan oleh Ascend oleh Cirium.
Boeing dan rivalnya, Airbus SE yang merupakan produsen pesawat asal Eropa, akan merilis nomor pengiriman Mei pada akhir bulan ini. Sementara para analis memperkirakan, pengiriman jet keluarga A320neo dari Airbus juga tidak mencapai target produksi bulanan sekitar 50 unit. Airbus tercatat memproduksi jet masih lebih banyak daripada Boeing.
Kedua perusahaan sedang berjuang dengan masalah rantai pasokan, namun Boeing telah mengirimkan lebih sedikit pesawat daripada Airbus, karena lalu lintas maskapai pulih dari posisi terendah yang disebabkan pandemi.[]