Jakarta | Seorang pria bersenjata menewaskan sedikitnya empat orang pada Rabu (01/06/2022) di kampus rumah sakit St. Francis Health System, Tulsa, Oklahoma, Amerika Serikat (AS). Polisi mengatakan bahwa tersangka, yang bersenjatakan senapan dan pistol, juga tewas dalam serangan tersebut.
Penembakan massal terbaru ini terjadi ketika sejumlah keluarga di Uvalde, Texas, menguburkan korban pembantaian di sekolah hampir sepekan lalu.
“Saat ini kami memiliki empat warga sipil yang tewas, kami memiliki satu penembak yang tewas, dan saat ini kami percaya bahwa itu dilakukan sendiri,” kata Wakil Kepala Departemen Kepolisian Tulsa Eric Dalgleish seperti dilansir dari AFP.
Presiden AS Joe Biden telah diberitahu tentang penembakan di Tulsa, dan Gedung Putih mengatakan dalam sebuah pernyataan, bahwa pemerintah telah menawarkan dukungan kepada pejabat lokal.
Regulasi senjata menghadapi perlawanan yang mendalam di AS, dari sebagian besar Republikan dan beberapa Demokrat di pedesaan. Namun Biden berjanji awal pekan ini untuk terus mendorong reformasi.
“Saya pikir keadaan menjadi sangat buruk sehingga semua orang menjadi lebih rasional tentang hal itu,” kata Biden.
Sejumlah anggota parlemen federal utama juga telah menyuarakan optimisme yang hati-hati dan sekelompok senator bipartisan bekerja sepanjang akhir pekan untuk mengejar kemungkinan area kompromi.
Mereka dilaporkan berfokus pada undang-undang untuk menaikkan usia minimum pembelian senjata atau mengizinkan polisi untuk mengambil senjata dari orang-orang yang dianggap sebagai ancaman bagi diri mereka sendiri atau orang lain, namun tidak pada larangan langsung pada senapan bertenaga tinggi, seperti senjata yang digunakan di Uvalde. []