Jakarta | Rencana Spanyol menjadi negara Eropa pertama yang mengizinkan perempuan mengambil “cuti haid” dari pekerjaan, telah memicu perdebatan yang memecah koalisi pemerintah dan serikat pekerja.
Pemerintahan Perdana Menteri Sosialis Pedro Sanchez diprediksi akan memasukkan cuti menstruasi sebagai bagian dari rancangan undang-undang tentang kesehatan reproduksi yang akan disetujui pada rapat kabinet pada Selasa.
“Kami akan mengakui dalam undang-undang hak untuk pergi bagi perempuan yang mengalami periode menyakitkan yang akan dibiayai oleh negara,” kata Menteri Kesetaraan Spanyol Irene Montero di Twitter, yang dikutip dari AFP.
Undang-undang yang diusulkan akan memperkenalkan pembayaran sakit setidaknya tiga hari setiap bulan untuk wanita yang menderita nyeri haid parah. Cuti kerja dapat diperpanjang hingga lima hari untuk wanita dengan periode yang sangat melumpuhkan jika mereka memiliki sertifikat medis.
Hanya ada beberapa negara yang menawarkan cuti haid hingga saat ini, termasuk Korea Selatan dan Indonesia, namun tidak ada satupun negara di Eropa.
Tapi masalah ini terbukti kontroversial di Spanyol, dengan beberapa politisi dan serikat pekerja mengatakan itu bisa menstigmatisasi perempuan di tempat kerja dan mendukung perekrutan laki-laki.
“Anda harus berhati-hati dengan keputusan seperti ini,” kata wakil sekretaris serikat pekerja UGT Cristina Antonanzas.
Dia menambahkan bahwa hal ini secara tidak langsung dapat berdampak pada akses perempuan ke pasar tenaga kerja.
Ana Ferrer dari Association of Victims of Endometriosis, suatu kondisi yang dapat menyebabkan gejala menstruasi yang lebih parah, mengatakan dia khawatir tindakan itu akan mengarah pada diskriminasi terhadap perempuan, meskipun itu bermaksud untuk melindungi hak-hak mereka.
“Apa yang kami butuhkan, lebih dari cuti, adalah pengakuan atas kecacatan kami,” katanya kepada AFP.
Rancangan undang-undang kesehatan reproduksi juga menyerukan penghapusan pajak pertambahan nilai (PPN) pada beberapa produk sanitasi feminin, seperti tampon.
Ini juga akan mencakup langkah-langkah untuk meningkatkan akses ke aborsi di rumah sakit swasta dan mengubah undang-undang untuk mengizinkan anak di bawah umur 16 dan 17 tahun untuk mengakhiri kehamilan tanpa persetujuan orang tua mereka.
Spanyol mendekriminalisasi aborsi pada tahun 1985 dalam kasus pemerkosaan, jika janin cacat atau jika kelahiran menimbulkan risiko fisik atau psikologis yang serius bagi ibu.
Cakupan undang-undang tersebut diperluas pada tahun 2010 untuk memungkinkan aborsi sesuai permintaan dalam 14 minggu pertama kehamilan, namun akses ke prosedur ini diperumit oleh fakta bahwa banyak dokter di rumah sakit umum menolak untuk melakukan aborsi.[]