Jakarta | Prancis adalah pembangkit tenaga pertanian Eropa, produsen biji-bijian terbesar di blok 27 negara dan eksportir gandum terbesar keempat atau kelima di dunia.
Produksi tahunannya mempengaruhi harga global yang sudah mencapai rekor tertinggi karena perang di Ukraina tampaknya akan menghapus sebagian dari produksi negara itu, yang menyebabkan kekhawatiran akan krisis kelaparan global.
Pada awal pekan ini, kementerian pertanian Prancis telah memperingatkan tentang dampak dari bentangan panas dan kering yang tidak sesuai dengan musim yang akan berdampak pada produksi sereal di Prancis, menyusul curah hujan yang lebih rendah dari rata-rata selama periode musim dingin.
Selain gandum, tanaman lain yang ditanam di musim dingin seperti jelai, berada dalam tahap pengembangan utama di bulan Mei, sementara produksi jagung dan bunga matahari selama musim panas juga bisa terpukul.
“Tidak ada wilayah yang tidak terpengaruh,” kata kepala serikat petani Prancis FNSEA Christiane Lambert, seperti dikutip dari AFP.
Layanan cuaca nasional Prancis mengatakan, negara itu berada dalam cengkeraman mantra panas yang terkenal karena waktu, durasi, dan penyebaran geografisnya, dengan penurunan curah hujan 20 persen antara September 2021 dan April 2022.
Data Organisasi Pangan dan Pertanian PBB menunjukkan, harga pangan dunia mencapai titik tertinggi sepanjang masa pada Maret, menyusul perang Rusia-Ukraina, yang menyumbang 20 persen dari ekspor gandum dan jagung global selama tiga tahun terakhir.
Harga gandum saat ini di Eropa mencapai rekor 400 euro per ton (USD 420), naik dari level yang sudah tinggi sekitar 260 euro per ton pada awal tahun, sebelum invasi Rusia ke Ukraina.
Dengan negara-negara penghasil gandum teratas di Amerika Serikat, seperti Kansas dan Oklahoma, juga menderita kondisi seperti kekeringan, hasil panen Prancis yang buruk bisa sangat signifikan pada tahun 2022.[]