Pelopor.id | Jakarta – Sejak berdiri 2001 dan efektif bekerja 2002, Ditjen Dukcapil Kemendagri kini masuk era Generasi II karena melahirkan data-data kependudukan. Adapun saat masih Generasi I, Dukcapil hanya melahirkan dokumen kependudukan.
Pada Webinar tentang Kedudukan dan Fungsi Adminduk dan Catatan Sipil dalam Administrasi Negara RI yang digelar oleh Magister Ilmu Administrasi Universitas Khrisnadwipayana, Sabtu (25/9/2021), Dirjen Dukcapil Prof. Zudan Arif Fakrulloh membeberkan untuk apa data kependudukan sebanyak lebih 272 juta penduduk by name by adress di data ware house (DWH) Dukcapil.
“KK nya masih di alamat yang lama. Saat menjual mobil tidak langsung dibaliknamakan, sehingga kalo ada tilang elektronik tagihannya jatuh ke pemilik lama.”
Dalam DWH Dukcapil tercatat, jumlah penduduk lelaki sebanyak 137 juta dan perempuan 134 juta. Sebaran terbesar di Provinsi Jabar dengan 47 juta penduduk. Provinsi terkecil di Kaltara, dengan penduduk 692 ribu.
Kabupaten dengan penduduk terbesar tercatat ada di Kabupaten Bogor dengan 5,2 juta penduduk. Jumlah ini hampir sama dengan Provinsi NTT atau Provinsi Aceh. Sedangkan penduduk paling sedikit ada di Kabupaten Supiori.
Penduduk wajib KTP-el 198,6 juta, yang sudah membuat KTP-el 195,6 juta jiwa atau 98,50 persen. Kurang sekitar 3 juta penduduk yang belum punya KTP-el di tahun 2021.
“Nanti di 2022 penduduk Indonesia akan bertambah lagi bisa 4-5 juta penduduk. Biasanya penduduk yang berusia 17 tahun per tahun bertambah 4 jutaan. Inilah yang terus dikelola oleh Ditjen Dukcapil,” tutur Prof. Zudan.
Dengan data kependudukan yang terus berubah, maka sistem administrasi negara ikut terus dibenahi, antara lain dengan digitalisasi menuju era satu data.
Semangat satu data kependudukan sudah diimplementasikan. “Sebetulnya satu data nasional, berawal sejak 2006 melalui Pasal 13 UU Adminduk No. 23 Tahun 2006. Yakni menggunakan NIK sebagai basis data untuk penerbitan paspor, SIM, NPWP, polis asuransi, sertifikat tanah, dst,” ungkap Dirjen Zudan.
Data kependudukan ini mulai diintegrasikan sejak tahun 2013, dipelopori oleh 10 lembaga. Selama 2013 hingga 2015 Zudan mengakui pemanfaatan data berjalan lambat. Di 2015 baru 30 lembaga yang bekerja sama memanfaatkan data Dukcapil.
Saat ini sudah ada 3.904 lembaga yang bekerja sama memanfaatkan data Dukcapil dan mengintegrasikan data. Terdiri 2.178 kementerian/lembaga di pusat yang telah menandatangan perjanjian kerja sama (PKS), dan 1.726 organisasi pemerintah daerah (OPD) yang telah menantangani PKS menggunakan data ware house terpusat.
Selanjutnya, Dukcapil terus memasifkan dan mendorong semangat untuk berbagi pakai data. Semangat 1 satu data yang sudah ada di 2006 diimplementasikan sejak 2013 melalui UU. 24/2013.
“Lahirlah paradigma baru dalam tata kelola pemerintahan Indonesia. Data penduduk tercatat di database secara by name by address. Tinggal ketik NIK di dashboard langsung muncul data penduduk yang bersangkutan,” ucapnya.
Dalam tata kelola pemerintahan, data Dukcapil digunakan dalam semua layanan publik. Misalnya, untuk membuka rekening bank di perbankan harus punya KTP-el.
Begitu juga mendaftar BPJS Kesehatan, BPJS Naker. Untuk perencanaan pembangunan, misalnya menghitung jumlah guru. Kemenkeu secara rutin menggunakan data Dukcapil untuk menghitung alokasi anggaran misalnya berapa DAU, DAK, pagu khusus, alokasi anggaran desa.
Data Dukcapil juga digunakan untuk demokratisasi dalam pelaksanaan Pilkades, Pilkada, hingga Pileg dan Pilpres. DP4 dari Dukcapil diverifikasi di lapangan bersama KPU dibantu Dinas Dukcapil.
- Baca juga : Tim Dukcapil yang Menyamar di 9 Kelurahan DKI Temukan Banyak Syarat Tambahan
- Baca juga : Masyarakat Baduy Dalam dan Baduy Luar Disambangi Program Jebol Adminduk
Apakah data ini sudah sempurna? Zudan mengakui: Belum. “Salah satu problemnya penduduk Indonesia dibanding negara maju adalah kurang aware dengan perpindahan domisili kependudukan. Banyak penduduk sudah pindah daerah, KTP-elnya belum diurus perubahan eleman datanya,”jelas Zudan.
“KK nya masih di alamat yang lama. Saat menjual mobil tidak langsung dibaliknamakan, sehingga kalo ada tilang elektronik tagihannya jatuh ke pemilik lama. Dalam database Polantas datanya masih di pemilik yang lama,” sambungnya.
Kata kuncinya, kata Zudan, adalah Single identity Number, satu penduduk hanya boleh punya satu NIK. Dulu penduduk Indonesia bisa punya NIK lebih dari satu. Sekarang Dukcapil terus membersihkan data ganda seperti itu, dan ini belum selesai.
Cleansing data akan selesai ketika semua penduduk sudah memiliki KTP-el, terutama penduduk tua bukan yang umur 17 tahun. Masih banyak penduduk usia 27-30 tahun belum punya KTP-el, sehingga memungkinkan dia punya NIK lebih dari satu..
Bila semua penduduk sudah memiliki KTP-el maka NIK ganda akan diblokir, hanya digunakan NIK yang ada dalam KTP-el. Indonesia akan seperti negara maju mengadaptasi kebijakan kependudukan di AS dengan social security number atau Jepang dengan My Number. Prinsipnya sama: NIK digunakan untuk semua keperluan. []