Jakarta | Raksasa makanan cepat saji asal Amerika Serikat (AS), McDonald’s, menyatakan akan keluar dari Rusia setelah invasi Ukraina. Keputusan ini membuat McDonald’s ingin menjual seluruh portofolio restorannya di Rusia kepada pembeli lokal, sekaligus mengakhiri perjalanannya lebih dari tiga dekade di negara tersebut.
“Krisis kemanusiaan yang disebabkan oleh perang di Ukraina, dan lingkungan operasi yang tidak dapat diprediksi, telah membuat McDonald’s menyimpulkan bahwa kepemilikan bisnis yang berkelanjutan di Rusia tidak lagi dapat dipertahankan, juga tidak konsisten dengan nilai-nilai McDonald’s,” tulis manajemen McDonald’s dalam sebuah pernyataan yang dikutip dari AFP.
McDonald’s mengharapkan biaya satu kali sebesar USD 1,2 miliar – USD 1,4 miliar untuk menghapus investasi tersebut. Penarikan itu sangat kontras dengan optimisme yang mengelilingi kedatangan merek Amerika yang asli di Rusia pada hari-hari memudarnya Perang Dingin.
Dalam pernyataan itu, Chief Executive Officer (CEO) McDonald’s Chris Kempczinski pun mengenang bagaimana awal perjalanan McDonald’s menuju Rusia. Disebutkan bahwa perusahaan mulai mendiskusikan bisnis Rusia pada Olimpiade 1976 di Kanada, di mana McDonald’s mengizinkan atlet Rusia menggunakan “Big Mac Bus” sebagai tanda niat baik.
“Dalam sejarah McDonald’s, itu adalah salah satu tonggak paling membanggakan dan paling menarik. Setelah hampir setengah abad permusuhan Perang Dingin, citra Lengkungan Emas yang bersinar di atas Lapangan Pushkin digembar-gemborkan bagi banyak orang, di kedua sisi Tirai Besi, awal dari era baru,” kata Kempczinski.
McDonald’s adalah salah satu dari banyak perusahaan asing yang telah menarik diri dari Rusia atau menghentikan operasinya, setelah negara itu melancarkan serangan invasi ke Ukraina sejak 24 Februari 2022.
Sebelumnya pada awal pekan, produsen mobil Prancis Renault mengumumkan telah menyerahkan aset Rusia kepada pemerintah, menandai nasionalisasi besar pertama sejak timbulnya sanksi Barat terhadap kampanye militer Moskow.[]