Pelopor.id – Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Telinga Hidung Tenggorokan Bedah Kepala Leher Indonesia (PP PERHATI KL) Jenny Bashiruddin menyampaikan, Penggunaan headset yang berlebih akan mengakibatkan gangguan pendengaran. Oleh sebab itu, perlu batasan dalam menggunakan headset baik saat meeting online maupun dalam kegiatan lainnya.
Apalagi bagi yang memiliki kebiasaan menggunakan headset dengan volume tinggi, akan berisiko mengalami gangguan pendengaran. Prevalensi global gangguan pendengaran tingkat sedang hingga berat, dikatahui akan meningkat 12,7% pada usia 60 tahun, dan menjadi lebih dari 58% pada usia 90 tahun.
“Untuk penggunaan headset volumenya tentu tidak boleh besar-besar, setidaknya 60% dari volume yang ada,” tuturnya dalam konferensi pers secara virtual di Jakarta, yang dikutip Minggu, (6/3/2022).
Jenny menjelaskan, setelah menggunakan headset selama 1 jam harus dihentikan dan istirahat selama 1 jam. Dengan demikian kesehatan pendengaran akan tetap terjaga.
Pemeriksaan telinga secara rutin juga diperlukan. Tujuannya, untuk membersihkan kotoran telinga. Sebab, apabila kotoran telinga atau serumennya itu biasa saja, bisa dilakukan pemeriksaan 6 bulan sekali. Tetapi kalau serumennya cepat mengeras maka pemeriksaan dilakukan 3 sampai 4 bulan sekali.
Jenny juga menerangkan, bahwa pada prinsipnya terdapat kelenjar sebasea dan kelenjar serumen pada telinga yang akan menghasilkan kotoran di sepertiga lubang. Sehingga, seharusnya kotoran tersebut bisa keluar sendiri dan kalaupun ingin dibersihkan, tidak boleh menggunakan cutton bud.
Sebab, cutton bud akan merusak sehingga sebaiknya hanya bagian luar saja yang dibersihkan, di lap, dan tidak boleh sampai masuk ke dalam telinga, lantaran yang boleh membersihkan harus dokter atau petugas kesehatan.
“Kita tidak merekomendasikan untuk dibersihkan sendiri, jadi caranya kalau memang kotorannya cepat banget harus enam bulan sekali dibersihkan,” tegas Jenny.
Pemeriksaan untuk mengetahui tingkat pendengaran juga perlu dilakukan. Bagi pegawai dengan tempat kerja yang bising melebihi 85 desibel, maka pemeriksaan pendengaran dianjurkan 1 tahun sekali.
“Tapi kalau dia bekerja tidak di tempat bising, tentunya pemeriksaan pendengarannya tidak usah 1 tahun sekali, bisa 2 atau 3 tahun sekali,” tandas Jenny.
Dalam kesempatan yang sama Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementeriaan Kesehatan (Kemenkes) RI dr. Maxi Rein Rondonuwu mengatakan, kesehatan pendengaran merupakan hal penting untuk diwujudkan di seluruh siklus hidup manusia.
Gangguan pendengaran, mampu diatasi apabila dapat diidentifikasi tepat waktu. Jadi deteksinya secara dini dan segera mendapatkan perawatan yang tepat.
“Gangguan pendengaran dapat dicegah melalui tindakan preventif seperti menghindari suara bising dalam kegiatan sehari-hari. Orang dengan risiko gangguan pendengaran agar melakukan pemeriksaan secara berkala,” sebut Dirjen Maxi berdasarkan keterangan di laman Kemenkes.[]