Pelopor.id | Perusahaan energi Royal Dutch Shell membatalkan rencana pengembangan ladang minyak Cambo di Laut Utara Inggris, dengan alasan ekonomi.
Dalam proyek tersebut, Shell menguasai kepemilikan 30%, sedangkan sisanya dipegang oleh Siccar Point yang mengoperasikannya. Dengan adanya keputusan batal dari Shell, maka tidak jelas apakah lapangan tersebut tetap dapat dikembangkan atau tidak, seperti dikutip dari CNN, Jumat (03/12/2021).
Padahal, menurut Siccar Point, ladang minyak Cambo dapat menghasilkan hingga 170 juta barel setara minyak, dan 53,5 miliar kaki kubik gas selama 25 tahun.
“Meskipun kami kecewa dengan perubahan posisi Shell, kami akan terus terlibat dengan Pemerintah Inggris dan pemangku kepentingan yang lebih luas dalam pengembangan Cambo di masa depan,” ujar Chief Executive Officer (CEO) Siccar Point Jonathan Roger dalam sebuah pernyataan.
Selama ini, proyek Cambo di Kepulauan Shetland telah menjadi pusat perdebatan politik. Inggris mempertimbangkan apakah harus mengembangkan sumber daya bahan bakar fosil baru, namun di sisi lain sedang berupaya menjadi ekonomi nol emisi karbon pada tahun 2050.
Laporan Badan Energi Internasional atau The International Energy Agency (IEA) menyebutkan bahwa tidak ada proyek minyak dan gas (migas) baru yang harus dikembangkan untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celcius.
Menanggapi laporan IEA, Pemerintah Inggris mengatakan bahwa keamanan energi itu penting. Selama konferensi iklim COP26 yang diadakan di bawah naungan Inggris bulan lalu, Inggris juga menolak untuk bergabung dengan aliansi negara-negara yang berjanji menghentikan pengembangan migas baru di wilayah mereka. []
Baca juga: Nissan Siapkan Dana US$ 17,5 Miliar untuk Percepat Produksi Mobil Listrik












