Pelopor.id | Jakarta – Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah menilai, kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang diumumkan pemerintah Sabtu, (03/09/2022), terlalu tinggi. Menurutnya, kenaikan itu sebaiknya dilakukan secara bertahap agar tidak terlalu memberatkan masyarakat.
“Kenaikannya terlalu tinggi dan itu memberatkan masyarakat. Harusnya, kenaikannya bertahap saja sambil membenahi jaring pengaman sosial seperti BLT (Bantuan Langsung Tunai), BSU (Bantuan Subsidi Upah),” tuturnya kepada Pelopor.id, Sabtu, (03/09/2022).
Meski kenaikan harga BBM merupakan sebuah keniscayaan, Trubus memandang, momen kenaikan harga BBM saat ini belum tepat. Sebab, pemerintah belum melakukan pembenahan secara signifikan terhadap bantalan sosial terhadap masyarakat yang terdampak.
“Kelemahannya datanya ga ada BSU itu, ada data sebelum top Covid, tapi kan setelah Covid mereka sudah banyak yang di PHK,” ungkapnya.
Apalagi kenaikan BBM tersebut, dilakukan ketika Indonesia baru akan bangkit dari pandemi Covid-19. Sehingga dengan langkah menaikkan BBM ini, ia menilai Pemerintah telah mengabaikan penderitaan masyarakat miskin.
“Masyarakat kita ini baru terdampak covid, baru bangun, lantas dibebankan pajak PPN dari 10% jadi 11%, itu kan sudah memberatkan banyak pihak. Nah sekarang BBM naik, jadi menurut saya pemerintah sudah nggak populis, nggak berpihak kepada masyarakat kecil.” tandasnya.
Adapun kenaikan harga BBM di Pertamina yang ditetapkan oleh pemerintah adalah sebagai berikut, harga Pertalite naik dari Rp7.650 per liter menjadi Rp10.000 per liter, harga solar subsidi naik dari Rp5.150 per liter menjadi Rp6.800 per liter dan harga Pertamax naik dari Rp12.500 menjadi Rp14.500 per liter. []