Pelopor.id | Jakarta – Asosiasi Pelaku Wisata dan Individu Pelaku Wisata Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Barat (NTT) memprotes keras tarif baru tiket masuk Taman Nasional (TN) Komodo sebesar Rp3,75 juta per orang dengan menyetop semua layanan wisata di wilayah tersebut selama sebulan penuh di Agustus 2022.
Menanggapi hal ini, Pengamat sekaligus Indonesia Tourism Strategist, Taufan Rahmadi mengungkapkan, selain akan berdampak pada menurunnya tingkat kunjungan wisatawan ke TN Komodo, dengan kenaikan tarif Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpotensi tergerus sebesar Rp28 Miliar atau 38 persen dari PAD sektor pariwisata, apalagi ditambah dengan aksi mogok tersebut.
Mengacu pada data Disparekrafbud Kabupaten Manggarai Barat, Realisasi PAD Manggarai Barat tahun 2022 dari sektor pariwisata masih jauh dari target yang ditetapkan Rp28 miliar, dimana hingga akhir Juni 2022, PAD yang terkumpul baru Rp3,2 miliar.
Sebesar 90 persen dari pendapatan per Juni 2022 berasal dari kunjungan ke dalam wilayah TN Komodo, termasuk aktivitas diving dan snorkeling, Wisatawan nusantara atau turis domestik mendominasi kunjungan ke Labuan Bajo.
Dari 65.362 wisatawan yang berkunjung ke Labuan Bajo selama setahun terakhir, sebanyak 53.824 merupakan turis domestik atau 82 persen. sisanya 18 persen wisatawan mancanegara dengan jumlah 11.538 kunjungan
“Kondisi labuan bajo yang tidak kondusif pasca aksi demo yang berlanjut pada aksi mogok kerja para pelaku pariwisata akan memicu para wisatawan untuk mengurungkan niatnya berkunjung ke Labuan Bajo sehingga target PAD pun berpotensi tidak tercapai,” tegas Taufan.
Lebih lanjut, Kenaikan tarif membuat ribuan Pelaku Parekraf terancam kembali kehilangan pekerjaan. Mengutip data dari disparekrafbud manggarai barat bahwa jumlah Tenaga kerja yang berasal dari industri pariwisata berjumlah 4.412 orang pada tahun 2019 di masa awal pandemi berlangsung.
Dan kini, di saat trend pandemi yang menurun dan kunjungan wisatawan mulai meningkat ke labuan bajo, ribuan tenaga kerja ini harus kembali dihadapkan pada ancaman kehilangan pekerjaan imbas polemik kebijakan kenaikan tiket masuk 3,75 Juta tersebut.
“Hal ini seakan mematikan semangat mereka untuk bangkit kembali setelah dua tahun diterpa pandemi,” tegas Taufan.
Selain itu, ia juga menilai kebijakan menaikkan tarif Tn Komodo menurunkan citra destinasi. Taufan menjelaskan, citra destinasi berkaitan dengan apa yang dirasakan oleh wisatawan selama berwisata.
“Oleh karena itu sangat penting untuk menghadirkan citra destinasi yang positif bukan negatif seperti terjadinya polemik kebijakan tiket yang terjadi saat ini yang berujung pada aksi mogok sebulan para pelaku pariwisata di labuan bajo. Terlebih saat ini Indonesia menjadi tuan rumah dari perhelatan G20 dan event-event internasional lainnya,” tandasnya.

Taufan pun memberikan sejumlah saran sebagai solusi untuk diterapkan di kawasan wisata Labuan Bajo sebagai berikut:
1. Policy
Tunda dan kaji ulang dulu kebijakan terkait kenaikan tiket, berlakukan masa transisi guna memperkuat sosialisasi dan penguatan edukasi melalui program–program Community Based Tourism di setiap lapisan masyarakat di Labuan Bajo.
2. Destinasi
Lakukan pembenahan fasilitas di destinasi, mulai dari atraksi, akses, amenitas, activity, ambience, attitude dan akselerasi yang memberikan aturan dan sop yang jelas yang menjadi win-win solution bagi semua pihak.
“Contohnya, Berwisata di Labuan Bajo destinasinya tidak hanya terbatas pada area TN Komodo saja tapi banyak atraksi lain yang tidak kalah menariknya dengan harga yang terjangkau sesuai pilihan kantong wisatawan,” sebut Taufan berdasarkan keterangan yang diterima Senin, (01/08/2022)
3. Komunikasi Kolaborasi
Dalam hal ini, stakeholder pariwisata seluruhnya diikutsertakan dalam proses penyusunan kebijakan terkait pariwisata di Labuan Bajo, maksimalkan peran DMO setempat, sehingga mengurangi potensi polemik yang terjadi dilapangan
4. Target
Pariwisata dalam pengembangannya harus mampu menjaga kelestarian, keberlanjutan dan kesejahteraan bagi ekosistemnya bukan hanya satu pihak saja, hal ini penting untuk dirumuskan bersama agar setiap stakeholder sama–sama mengerti apa yang menjadi hak dan tanggung jawabnya secara berimbang, tidak hanya beban itu ditumpukan kepada wisatawan saja, sehingga akan muncul aktivitas berwisata yang bertanggung jawab. []