Pelopor.id | Jakarta – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melalui Direktorat Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan (PSKP) tak hanya menyelesaikan kasus, tetapi juga fokus mencegah konflik pertanahan.
Hal ini, disampaikan Direktur Pencegahan dan Penanganan Konflik, Daniel Adityajaya Senin, 23, Agustus 2021. Menurutnya, ada tiga tugas baru yang harus dilakukan, di antaranya pencegahan konflik, hubungan antar lembaga, dan mafia tanah. Ia menegaskan, pencegahan konflik pertanahan merupakan langkah yang bersifat proaktif yang diusulkan oleh Menteri ATR/Kepala BPN.
Langkah proaktif itu, dalam rangka upaya menekan angka kasus pertanahan yang baru. Saat ini, Direktorat Pencegahan dan Penanganan Konflik tengah menyusun mekanisme pencegahan kasus pertanahan yang juga akan melibatkan Direktorat Jenderal terkait di Kementerian ATR/BPN. Tujuannya, untuk mencari akar masalah kasus pertanahan agar tidak terulang lagi di kemudian hari.
“Ada tiga hal yang menjadi pertimbangan, yaitu status HGU, dasar yuridis yang jelas, dan penguasaan fisik masyarakat, ini menyangkut objek tanah.”
“Saat kita menangani masyarakat, kita akan melihat kenapa terjadi kasus seperti itu. Jadi bukan hanya saat ada kasus kita tangani, itu tidak proaktif. Oleh sebab itu, pimpinan, Pak Menteri mengambil langkah membuat pencegahan. Sehingga apa yang menjadi penyebab orang komplain, kita kemudian berupaya untuk melakukan itu,” tutur Daniel Adityajaya berdasarkan keterangan tertulis yang diterima Pelopor.id, Selasa, 24 Agustus 2021.
Terkait dengan mafia tanah, Direktur Pencegahan dan Penanganan Konflik menjelaskan, Kementerian ATR/BPN telah bekerja sama dengan Kepolisian RI (Polri) sejak tahun 2018. Pemberantasan mafia tanah melibatkan Polri dalam hal pidana, sementara Kementerian ATR/BPN menangani administrasi pertanahan.
Dengan melibatkan dua institusi ini, diharapkan jangkauan akan lebih luas sehingga kejahatan terkait pertanahan atau yang disebut mafia tanah semakin berkurang.
“Ini diawali MoU Pak Menteri dengan Kapolri, lalu dibentuk Satgas Anti Mafia Tanah. Setiap tahun punya target sendiri, masing-masing Kantor Wilayah BPN Provinsi dan Polda punya target rata-rata 1-5 kasus, tergantung besar atau dinamisnya kondisi di wilayah,” ungkap Daniel.
“Setiap tahun diawali dengan rapat penentuan target operasi, kemudian supervisi penanganan, dan diharapkan di akhir tahun kasus yang ditangani dapat selesai. Paling tidak itu memberikan efek jera kepada mafia tanah,” sambungnya.
Sementara Direktorat Pencegahan dan Penanganan konflik, pada tahun ini juga berperan dalam program strategis nasional yakni Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA). Program LPRA bertujuan melakukan redistribusi tanah kepada masyarakat, namun sebelumnya perlu kepastian bahwa tanah yang akan diberikan itu sudah clear, yaitu bebas dari tanah kawasan hutan, dalam kawasan HGU dan sebagainya.
- Baca juga : Kementerian ATR/BPN Perkenalkan Layanan Pertanahan Elektronik Loketku
- Baca juga : Sofyan Djalil Luncurkan Program MBKM Kementerian ATR/BPN
Dari jumlah yang diusulkan pemerintah, pihaknya akan menangani delapan konflik pertanahan yang terdapat dalam program LPRA.
“Secara umum ini harus di-clear-kan dulu di konflik untuk menentukan objeknya layak atau tidak untuk diberikan kepada masyarakat. Ada tiga hal yang menjadi pertimbangan, yaitu status HGU, dasar yuridis yang jelas, dan penguasaan fisik masyarakat, ini menyangkut objek tanah. Tiga hal ini akan ditelaah dulu, apakah selanjutnya bisa ditindaklanjut,” tandas Daniel. []