Pelopor.id | Jakarta – Pemerintah tidak memiliki alasan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Sebab, menurut Anggota Komisi VII DPR RI, Rofik Hananto, dana subsidi dan kompensasi sudah dialokasikan dengan asumsi harga Indonesian crude price (ICP) US$100 per barel. Sedangkan harga minyak dunia hanya sebesar US$90 per barel per Minggu, (21/08/2022) dengan rincian West Texas Intermediate (WTI) Crude sebesar US$ 89,63 per barel dan Brent Crude sebesar US$95,50 per barel.
“Artinya bantalan anggaran telah disediakan dan sesuai dalam menampung fluktuasi harga minyak dunia. Buat apa menyediakan dana bantalan, kalau harga BBM naik juga? Masyarakat tentu tidak bisa mencerna logika berpikir seperti ini. Lagi-lagi mereka merasa dikorbankan dan dikalahkan kepentingannya,” ucapnya, Selasa (23/08/2022).
Legislator dapil Jawa Tengah VII ini juga menyampaikan, jika harga BBM subsidi naik, bakal membuat laju inflasi Indonesia melonjak tinggi. Kenaikkan harga BBM, juga berpotensi menggerus daya beli rumah tangga lantaran BBM adalah salah satu komoditas primer masyarakat yang akhirnya kenaikan harga akan mengganggu perekonomian nasional.
Menurut Rofik, rencana alokasi anggaran Pemerintah juga terbukti tidak kredibel dan rasional. Sebab, banyak alokasi anggaran yang ditujukan untuk proyek-proyek infrastruktur transportasi yang menurutnya jauh dari kata mensejahterakan rakyat.
Tetapi, nilai investasi yang dikeluarkan sangat besar seperti bandara, pelabuhan, dan kereta cepat. Rofik juga menyebut, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang saat ini tertunda, anggarannya membengkak dan membutuhkan bantuan anggaran dari APBN.
“Berbeda dengan janji presiden yang mengatakan tidak akan menggunakan uang rakyat sepeserpun. Belum lagi jelas segmen masyarakat mana yang menjadi penerima manfaatnya karena ongkos tiketnya diperkirakan sebesar Rp400 ribu sekali jalan, proyek kereta cepat ini sudah akan membebani APBN,” tegasnya. []