Jakarta – Neraca perdagangan RI, kembali melajutkan trend surplus pada April 2022 dengan nilai mencapai US$7,56 miliar. Angka tersebut, merupakan rekor tertinggi yang berhasil melampaui bulan Oktober 2021 dengan nilai sebesar US$5,74 miliar.
“Kita bersyukur bahwa salah satu engine utama pertumbuhan ekonomi ini terus mengalami performa gemilang dan bahkan kembali mencatatkan rekor tertinggi sepanjang masa,” tutur Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto berdasarkan keterangan tertulis Selasa, (17/05/2023).
Selain neraca perdagangan, ia menuturkan, kinerja positif juga ditunjukkan pada indikator ekspor yang mengalami surplus dengan nilai sebesar US$27,32 miliar. Sama halnya dengan surplus neraca perdagangan, angka surplus ekspor juga mampu mengungguli rekor tertinggi sebelumnya pada bulan Maret 2022 yang tercatat mencapai US$26,50 miliar.
Kinerja surplus pada nilai ekspor tersebut salah satunya dipengaruhi oleh tingginya harga komoditas unggulan saat ini seperti harga CPO sebesar 1.682,7 US$/MT atau tumbuh 56,09% (yoy), Batubara sebesar 302,0 US$/MT atau tumbuh 238,83% (yoy), dan Nikel sebesar 33.132,7 US$/MT atau tumbuh 100,55% (yoy).
Selain itu tingginya dominasi sektor industri pada kegiatan ekspor yang mencapai 69,86% juga menjadi stimulus dalam peningkatan nilai surplus ekspor, hal ini karena kinerja ekspor akan mengarah pada basis komoditas-komoditas dengan nilai tambah yang terus bertumbuh.
Selain itu, program hilirisasi yang diterapkan Pemerintah untuk mendorong nilai tambah komoditas di tengah harga yang kian meningkat juga memiliki andil dalam tumbuhnya kinerja ekspor saat ini.
Hal ini dapat terlihat dari aktivitas manufaktur yang terus berada di level ekspansif dengan angka Purchasing Managers’ Index (PMI) April 2022 di level 51,9 naik dari posisi bulan sebelumnya di level 51,3.
Adanya kenaikan tersebut membawa nilai PMI Indonesia berada diatas level PMI negara ASEAN lainnya seperti Vietnam (51,7), Malaysia (51,6) dan Myanmar (50,4).
Namun, impor RI mengalami penurunan dari periode sebelumnya sebesar -10,01% (mtm) pada April 2022 menjadi sebesar US$19,76 miliar. Tetapi penurunan tersebut tidak lantas menghambat kegiatan produksi.
Sebab, komposisi utama impor didominasi oleh golongan bahan baku/penolong dengan porsi sebesar 78,62% sehingga produksi barang baru yang bernilai tambah tinggi dapat terus dilakukan produsen yang akan mendorong peningkatan output nasional. []