Jakarta | Pelopor.id – Lembaga Pemeringkat Kredit Standard and Poor’s (S&P), mempertahankan peringkat atau rating kredit Indonesia pada posisi BBB dan merevisi outlook Indonesia dari sebelumnya negative menjadi stable.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Luky Alfirman berharap, peringkat kredit yang dipertahankan ini dapat membawa angin segar bagi perekonomian Indonesia, terutama pertumbuhan ekonomi yang sempat terdampak pandemi Covid-19.
“Peningkatan outlook ini menyiratkan bahwa kebijakan Pemerintah sudah pada jalur yang tepat dan memberikan tantangan bagi Pemerintah untuk tetap konsisten mengelola perekonomian dan kebijakan fiskal (APBN) sehingga dampaknya dapat terus dijaga secara berkelanjutan,” tuturnya berdasarkan keterangan resmi yang dikutip Senin, (02/05/2022).
Menurut Luky, penilaian S&P, kebijakan penanganan pandemi Covid-19 serta pengelolaan kebijakan makroekonomi, seperti fiskal, moneter, sektor keuangan dan sektor riil, telah efektif dalam mendukung resiliensi kinerja perekonomian Indonesia. Ekonomi Indonesia diperkirakan tumbuh pada 5,1 persen di tahun 2022.
“Meskipun PDB (Produk Domestik Bruto) per kapita Indonesia dinilai cukup rendah dibandingkan negara peers, Indonesia diyakini memiliki prospek pertumbuhan yang kuat ke depan,” ungkap Luky.
S&P sendiri, memperkirakan laju pemulihan akan semakin cepat pada tahun 2022. Hal ini terlihat dari pelonggaran pembatasan mobilitas masyarakat dan normalisasi kegiatan ekonomi setelah pelaksanaan program vaksinasi yang berjalan dengan baik. Kedepannya, Peningkatan pertumbuhan juga didukung oleh masih tingginya harga komoditas.
“S&P menilai, dampak risiko konflik geopolitik di Ukraina dan Rusia bagi Indonesia masih dalam level yang manageable. Namun demikian, Pemerintah diharapkan tetap mewaspadai tekanan ekonomi global yang lebih parah akibat eskalasi konflik tersebut,” tegas Luky.
Selain itu, lanjut Luky, potensi munculnya varian baru dari virus Covid-19 juga masih menjadi risiko terhadap outlook pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Menurut S&P, fleksibilitas kebijakan fiskal merespon gejolak pandemi Covid-19 mampu memitigasi dampak yang lebih dalam pada perekonomian serta mendorong akselerasi pemulihan ekonomi.
Luky menjelaskan, menguatnya pemulihan ekonomi, upaya perbaikan pengelolaan fiskal melalui reformasi perpajakan di sisi penerimaan dan reformasi Hubungan Keuangan Pusat-Daerah (HKPD) di sisi belanja, serta komitmen Pemerintah melakukan konsolidasi fiskal mulai tahun 2023 diyakini akan memperkuat posisi fiskal dalam jangka menengah.
“Penguatan posisi fiskal yang mulai terlihat sejak semester II 2021 terus berlanjut di awal tahun 2022. Hal ini telah memberikan keyakinan bagi S&P bahwa Indonesia memiliki fondasi kuat mewujudkan transisi yang sehat dan aman menuju konsolidasi fiskal di tahun 2023,” tandas Luky. []