Pelopor.id | Jakarta – StoryChopsticks, lembaga kursus bahasa Mandarin berbasis di Singapura, meluncurkan sekolah virtual Storyland, pada Sabtu 28 Agustus 2021. Acara peluncuran ini juga dihadiri oleh 200 anak usia 3-12 tahun dari 10 negara di dunia, yang berkolaborasi membuat cerita berbahasa Mandarin bersama-sama.
StoryLand merupakan sekolah virtual dua dimensi dalam platform Gather, yang didesain untuk memancing imajinasi dan kreativitas anak. Di dalam platform, anak-anak bisa belajar di ruang-ruang kelas virtual bersama para guru lewat video, mengeksplorasi lingkungan virtual yang banyak bertuliskan aksara Mandarin, hingga bersosialisasi bersama teman dari negara-negara berbeda menggunakan fasilitas chat.
“Belajar secara virtual memungkinkan semua anak bisa mengakses pendidikan berkualitas tinggi dari mana saja. Ketika Facebook, Microsoft dan Google berusaha menciptakan metaverse untuk aktivitas sehari-hari, kami menggunakan metaverse untuk pendidikan,” tutur Sun Yuanxin, pendiri StoryChopsticks dalam acara peluncuran StoryLand, Sabtu, 28 Agustus 2021.
Sedangkan Metaverse merupakan realitas digital tempat orang bisa berbagi ruang virtual, semacam media sosial tiga dimensi yang bisa diakses secara real time. Di dalamnya, kita bisa belajar, bekerja, bermain, dan bersosialisasi.
“Akan sangat menarik apabila aktivitas belajar online bisa menawarkan pengalaman belajar sekaligus bersosialisasi. Terutama saat pandemi seperti sekarang, interaksi sosial kita sudah jauh menurun.”
“Dengan peluncuran StoryLand ini, kami berharap bisa menyediakan lingkungan belajar yang menarik. Anak-anak akan segera terbenam dalam taman bermain virtual ini, dan akan lebih bersemangat berkreasi menciptakan cerita mereka sendiri,” ungkap Education Head of StoryChopsticks, Wan Ting.
Keberadaan StoryLand akan menggantikan sepenuhnya metode belajar StoryChopsticks yang sebelumnya menggunakan format video conference. Dilengkapi dengan buku cerita dan flashcard, metode pengajaran ini akan mendorong anak-anak berimajinasi secara mandiri, dan terpacu untuk membuat cerita versi mereka sendiri menggunakan flashcard.
Untuk merayakan peluncuran StoryLand, StoryChopsticks telah mengundang sedikitnya 200 anak dari sekitar 10 negara di dunia, yaitu Amerika Serikat, Australia, Taiwan, Indonesia, Malaysia, Singapore, India, Ukraina, Kamerun, Jerman, dan Inggris untuk berpartisipasi dalam StoryLand Online Carnival.
Anak-anak dapat bergabung dalam berbagai kegiatan, seperti mengikuti sesi dongeng, permainan, serta bersosialisasi dengan anak-anak lain. Pada penghujung acara, mereka berkolaborasi membuat cerita berbahasa Mandarin menggunakan kosa kata yang telah mereka pelajari.
Penggunaan platform menarik ini, diharapkan mampu meningkatkan kualitas screen time anak-anak, sehingga mereka dapat terlibat secara aktif.
Screen time
Dalam kesempatan yang sama, Putu Andani Psikolog Klinis Anak dari TigaGenerasi mengatakan bahwa, sejak pandemi, anak-anak mengalami perubahan cara belajar dari offline menjadi online. Menciptakan suasana belajar yang engage dan memotivasi anak merupakan tantangan besar bagi pendidik.
Menurutnya, sejumlah studi menunjukkan bahwa salah satu cara efektif untuk meningkatkan motivasi belajar dan tingkat pemahaman anak ialah melalui gamifikasi. Sebagai contoh, game pada umumnya memberikan misi kepada para pemain untuk mencapai kenaikan level. Mekanisme ini akan memotivasi anak untuk meningkatkan skill mereka demi mencapai level tertentu.
“Serupa dengan itu, saya rasa akan sangat menarik apabila aktivitas belajar online bisa menawarkan pengalaman belajar sekaligus bersosialisasi. Terutama saat pandemi seperti sekarang, interaksi sosial kita sudah jauh menurun,” kata Putu.
Ia mengingatkan pentingnya memilih aktivitas online dengan tepat agar waktu screen time anak bisa optimal. Membatasi screen time bukan berarti sekadar membatasi waktu dan membebaskan konten. Justru karena ingin membatasi screen time, maka orang tua harus memilih aktivitas online yang menarik, memotivasi, dan melibatkan anak berperan aktif, bukan sekadar menjadi penonton konten secara pasif.
“Saya rasa, jika ada platform yang memungkinkan hal tersebut, orang tua bisa mencoba dan mengeksplorasi, lalu melihat dampaknya pada anak,” ucap Putu.
#EveryBookaStory
Dalam acara yang sama, StoryChopsticks mengumumkan kolaborasi dengan
Chou Sing Chu Foundation (CSCF) untuk menggairahkan penggunaan bahasa Mandarin di seluruh dunia serta mendorong kreativitas anak membuat buku cerita mereka sendiri.
Chou Sing Chu Foundation, merupakan organisasi non profit di Singapura yang mempromosikan budaya, pendidikan, dan bahasa China. Salah satu program mereka, School Library Sponsorship Programme, diluncurkan sejak 2018 dan sudah memberi manfaat kepada 50 sekolah dasar di Singapura.
Untuk membantu sekolah-sekolah yang belum masuk ke dalam program tersebut, mereka meluncurkan kampane “#EveryBookaStory”.
Dalam hal ini, Peserta cukup merekam video mereka saat membaca buku cerita berbahasa Mandarin, dan mengunggah di media sosial. Selanjutnya, CSCF akan mendonasikan buku cerita berbahasa Mandarin sejumlah video tersebut, kepada sekolah-sekolah yang membutuhkan.
Dapatkan informasi lebih lanjut di www.everybookastory.com.[]
- Baca juga : Pameran Seni Rupa Mahakarya S.Sudjojono di Tumurun Private Museum
- Baca juga : Menko PMK Buka Digital Talent Scholarship Tahun 2021